Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Kedudukan mursyidTidak sedikit pandangan kritis terhadap mursyid. Bahkan, ada yang menuduh mursyid sudah cenderung seperti Santo dalam agama Katolik yang memiliki kedudukan sakral dan difigurkan sebagai representasi Tuhan dalam menghadapi hambanya. Ada moto bahwa salik bagaikan mayat di depan mursyidnya.
Mursyid terlalu aktif dan dominan, tidak boleh dibantah; dan para salik harus menerima tanpa pamrih apa pun petunjuk dan perintah mursyid. Seolah-olah mursyid mematikan kreativitas salik. Apalagi sekarang, tidak sedikit orang mengaku atau dipersepsikan mursyid, tetapi sesungguhnya motifnya adalah hal bersifat duniawi.
Mursyid dan tarekat seperti inilah yang sering mencoreng keluhuran tujuan tasawuf dan tarekat. Namun, pandangan kritis berlebihan dalam menilai mursyid juga perlu dikritisi. Pada umumnya, mursyid yang sejati tidak pernah mau disebut sebagai mursyid, bahkan tidak sadar kalau dirinya dianggap mursyid.
Mursyid pada umumnya memiliki tujuan suci, yaitu ingin menyelamatkan para salik dalam menapaki jalan-jalan yang tidak umum. Banyak ulama besar yang tadinya menolak tasawuf dan kedudukan mursyid, tetapi belakangan berubah secara totak. Mereka menjadi pengamal tasawuf dan mursyid.
Di antara mereka adalah Ibnu Athaillah As-Sakandari, Sulthanul Ulama Izzudin Ibnu Abdis Salam, Syekh Abdul Wahab Asy-Sya’rani, dan Hujjatul Islam Abu Hamid Al-Ghazali. Mereka sadar, jalan memperoleh makrifat tak bisa ditempuh hanya mengandalkan pengetahuan akal rasional yang cuma akan meraih ‘ilmul yaqin, belum sampai tahap haqqul yaqin.
Akhirnya, mereka pun menyadari, tanpa mursyid sulit untuk sampai kepada Allah (wushul). Dalam dunia kosmologi tasawuf, para salik yang berjalan tanpa bimbingan rohani mursyid, tidak akan atau sulit untuk membedakan mana bisikan-bisikan lembut (hawathif) yang datang dari Allah melalui malaikat atau dari setan atau jin.
Dari sinilah muncul sebuah adagium "Barangsiapa menempuh jalan khusus menuju Allah tanpa mursyid, mursyidnya adalah setan”. Menanggapi kecenderungan semakin maraknya pertumbuhan ajaran tasawuf dan tarekat di dalam masyarakat akhir-akhir ini, umat diimbau betul-betul teliti memilih tasawuf atau tarekat.
Jangan terlalu gampang terkecoh oleh promosi sebuah lembaga, atau terlalu cepat percaya pada kehadiran seorang mursyid. Mursyid yang sejati bukan orang yang mampu menebak rahasia pribadi, namun nasihatnya mengalir di dalam diri. Mursyid bukan pula orang yang mampu menuntun hanya dengan ucapan, tetapi juga mestinya mampu mengalirkan fibrasi dan energi spiritual di dalam diri kita.
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/tasawuf/12/02/27/m01lop-mengapa-mursyid-diperlukan-3habis
0 komentar:
Posting Komentar