الهى انت مقصؤ دئ ؤ رضاك مطلؤ ب اعطنى محبتك و معرفتك

Engkaulah Tujuanku, keridhoan Engkau sajalah yang kuharapkan, berikan aku cinta untuk mengenal-MU lebih sempurna


Rabu, 27 Februari 2008

TAWADHU’: HAKIKAT KESADARAN DIRI

Oleh: Agustian Piliang, S. Kom

PENGERTIAN

Tawadhu’ adalah: akhlak mulia yang menggambarkan keagungan jiwa, kebersihan hati dan ketinggian derajat pemiliknya. Firman Allah “Dan hamba-hamba Ar-Rahman (Tuhan Yang Maha Penyayang) itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. (QS. 25: 63)

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang bersikap tawadhu’ karena mencari ridho Allah maka Allah akan meninggikan derajatnya. Ia menganggap dirinya tiada berharga, namun dalam pandangan orang lain ia sangat terhormat. Barangsiapa yang menyombongkan diri maka Allah akan menghinakannya. Ia menganggap dirinya terhormat, padahal dalam pandangan orang lain ia sangat hina, bahkan lebih hina daripada anjing dan babi”. (HR. Al-Baihaqi).

Mawlana Sulthanul Awliya’ Syaikh ‘Abdullah Faiz ad-Daghestani berkata, “Mengapakah Nabi Muhammad SAW., menjadi seseorang yang paling terpuji dan terhormat di Hadirat Ilahi? Karena beliau-lah yang paling rendah hati di antara seluruh ciptaan (makhluq) Allah.”

(Lihat Riwayat Si buta Yahudi dengan Rasullullah SAW)

KESADARAN DIRI

Apa dan esensi diri yang sebenarnya. Al Qur’an membuka pintu dunia baru, tentang kesadaran diri secara berurutan sampai kepada kesadaran yang universal. Ungkapan ini tidak terikat oleh suatu aliran tertentu, tetapi muncul ketika manusia dihadapkan pada persoalan untuk memikirkan eksistensi. Dimana keberadaannya bagaikan terlempar begitu saja. “Aku” yang kehilangan arah, berpaling dari dirinya sendiri, ia mawas diri dan menyelidiki dirinya. Demikianlah suatu motif yang mula-mula bersifat historis dan psikologis berubah menjadi suatu pertanyaan filosofis: “Siapakah aku ini? Dengan kegembiraan dan harapanku? Apakah tujuan hidup ini? Kemana aku kembali? Apakah artinya? Mengapa aku bereksistensi?

Hal ini membawa kita kepada penelitian mengenai dasar dari asal usul. Baik dari sisi kebebasan maupun dari sisi tanggung jawab. Hal tersebut akhirnya memunculkan masalah ke-Tuhanan. Ada apakah dengan pernyataan ulama populer “man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu?” (barang siapa tahu akan dirinya, maka ia tahu akan Tuhannya). “Dan juga pada dirimu, maka apakah kamu tiada memperhatikan” (QS 51:21).

Dalam perspektif teologis, manusia adalah tajalli atau perwujudan dari kebesaran Tuhan Sang Pencipta, oleh karena itu sebagaimana yang dikatakan oleh Alexis Careel, pertanyaan tentang manusia pada hakikatnya hingga kini tetap tak terjawabkan secara lengkap. Hanya Iman (kecerdasan emosi dan spiritual) yang dapat menghayatinya, meski belum tentu dapat mengungkapkannya, karena tiap individu didepan Tuhan adalah unik. Al-Qur’an mengingatkan bahwa Allah menciptakan manusia dari proses persalinan dalam keadaan tidak tahu apa-apa (QS.16:78), sebahagian ada yang mati muda, sebahagian ada yang dipanjangkan umurnya hingga pikun, kembali tidak mengerti apa-apa seperti ketika baru lahir (QS.16:70 dan QS.22:5)

Dari peristiwa kejadian manusia, dimana para makhluk baik itu setan maupun malaikat mempertanyakan kebijakan Allah yang akan menciptakan manusia, yang menurut pandangan malaikat “manusia” adalah makhluk yang selalu membuat keonaran dan pertumpahan darah (QS 2:30). Tidak kalah sengitnya setan memprotes keberadaan manusia yang dipandang rendah, yang hanya diciptakan dari unsur tanah, sambil membanggakan dirinya yang dibuat dari api. “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan ke dalamnya Ruh (cipataan)Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud” (QS 15:28-29).

Raga manusia termasuk kedalam derajat terendah, sementara Ruh manusia termasuk ke dalam derajat tertinggi. Hikmah yang terkandung dalam hal ini ialah bahwa manusia mesti mengemban beban amanat pengetahuan tentang Allah. Karena itu mereka harus mempunyai kekuatan dalam kedua dunia ini untuk mencapai kesempurnaan. Sebab tidak sesuatupun di dunia ini yang memiliki kekuatan yang mampu mengemban beban amanat. Mereka mempunyai kekuatan ini melalui esensi sifat-sifatnya (sifat-sifat ruhnya), bukan melalui raganya.

Penjelasan di atas merupakan urutan ungkapan mengenai hakekat diri yang sebenarnya, dimana manusia sebagai makhluk yang sangat lemah dan hina disisi lain dinobatkan sebagai “khalifah” (wakil Allah). Bertugas mengatur alam semesta dan merupakan wakil Allah untuk menjadi saksi-Nya serta mengungkapkan rahasia-rahasia firman-Nya. Para mahkluk yang lain tidak melihat ada dimensi yang tidak bisa dijangkau olehnya, ia hanya mampu melihat pada tingkat yang paling rendah dalam diri manusia. Sementara ia terhijab oleh ketinggian derajat manusia yang berasal dari tiupan Ilahi (QS 15:28-29).

Masuk dan keluarnya nafas ini adalah kodrat Allah yang tidak bisa dicegah. Manusia hanya menerima dengan pasrah atas kekuasaan Allah yang meliputi nafas. Sehingga fikiran ini diajak patuh dan pasrah bersamaan dengan patuhnya nafas tanpa kecuali (totalitas). Yang mengadakan hidup pada manusia (semesta) itu adalah Allah. Dimana seluruh makhluk, apakah itu binatang, manusia, tumbuhan serta bumi, matahari semuanya bergerak dinamis atas sifat hidup Allah (Al Hayyu). Otak adalah merupakan bentuk kekuasaan Allah atas manusia, yang mana manusia diwajibkan berfikir dan berkontemplasi untuk menyatakan sebagai wakil Allah (khalifah) maka dengan itu otak harus sesuai dengan kehendak-kehendak Allah (perintah Allah). Wahai zat yang tidak sama dengan makhluknya. Aku bersaksi bahwa nabi Muhammad itu Rasulullah.

Ungkapan hakikat manusia mengacu kepada kecenderungan tertentu secara berurutan dalam memahami manusia. Hakikat mengandung makna sesuatu yang tetap, tidak berubah-ubah. Yaitu identitas esensial yang menyebabkan sesuatu menjadi dirinya sendiri.

Menghayati mulai dari kesadaran fisik sampai kepada kesadaran transendental dimana kesejatian manusia adalah sesuatu yang bukan fisik. Dengan kesejatian inilah manusia menunaikan baktinya kepada Allah sebagaimana fitrahnya (QS 30:30).

Namun kita telah mencoba melakukan pembangkitan kesadaran yang lebih luas. Yaitu kesadaran dimana tubuh bukanlah apa yang kita lihat seperti ini. Tubuh adalah susunan inti materi yang setiap saat berubah dan berganti. Terbatasnya kesadaran bahwa badan bukan lagi sekedar tangan, kaki, dan kepala. Akan tetapi berubah meluas menjadi kesadaran universal, yaitu kesadaran yang tidak ada batas. Pada tingkat kesadaran ini kita agak bingung, yang mana sebenarnya wujud ini sebenarnya. Karena setelah ditelusuri secara rinci, bahwa badan yang tadinya disadari sebagai sosok laki-laki atau wanita yang punya rupa cantik dan gagah. Pelan-pelan terhapus oleh kesadaran yang lebih luas, yaitu kesadaran jagat raya atau disebut kesadaran makrokosmos. Bahwa wujud badan ini tidak lagi sesempit dulu, aku tidak lagi sebatas kepala, tangan, dan kaki saja. Akan tetapi badanku adalah angin yang bergerak, atom-atom yang bertebaran serta bergantian saling tukar dengan benda-benda yang lain, badanku adalah butiran-butiran zarrah yang saling mengikat, ya….. aku saling ikat dengan tumbuhan, binatang, bumi serta dengan angkasa yang maha luas. Badanku adalah jagad raya. Dimana kesadaran sudah berubah luas dan menjadi satu kesatuan dengan lingkugan kita. Kesadaran ini akan memudahkan mengidentifikasikan siapa diri sebenarnya. Setelah tahu esensi badan ini. Yaitu kesadaran hakiki yang menggerakkan dan mengatur alam semesta. Dikatakan dalam Al Qur’an surat An Nahl ayat 12 :

“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan dengan perintah-Nya. Sesungguhnya dalam gejala-gejala itu terdapat ayat-ayat Allah -(atau tanda-tanda kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mempergunakan akal” (QS 16:12).

Apabila zat-zat, tubuh manusia (Mikrokosmos) dan benda-benda dalam alam sudah dipahami sebagai rangkaian kejadian-kejadian (Makrokosmos), serta menurut kemauan sunatullah. Maka sebenarnya atom-atom atau zarrah bergerak bukan atas kemauannya sendiri, akan tetapi ada sosok yang bukan dirinya. Dimana atom-atom itu bergerak mengikuti kekuatan yang maha besar. Benda-benda kecil itu hanya patuh terhadap yang tidak bisa diperbandingkan dengan sesuatu. Wujud itu begitu absolut, benda-benda ini ternyata mati. Akan tetapi ia bergerak dan dihidupkan oleh suatu kuasa yang maha besar. Itulah (metakosmos) yang hidup, yang perkasa, yang meliputi segala benda, ialah Rabbul alamin…..

Demikianlah justru menurut pikiran logis, bahwa adanya diri (mikrokosmos), dan alam semesta (makrokosmos), telah mengajak kesadaran untuk sampai kepada pembuktian adanya ALLAH YANG MAHA GHAIB (metakosmos).

bagaimana melakukan dan memasuki dunia rohani dengan benar. Salah satunya mengamalkan sikap Tawadhu’ dalam kehidupan sehari-hari. Setelah kita tahu dan paham hakikat kesadaran diri, bahwa kita adalah fana. Lantas apa yang bisa kita sombongkan

LATIHAN TAWADHU’

Tawadhu akan dapat dicapai dengan latihan-latihan. Ingat, latihan akan membuat sempurna (practice makes perfect). Hal-hal yang perlu dilatih setidaknya ada 6 perkara, yaitu:

1. Jangan peduli akan keridhaan atau kebencian seseorang. Selama kita telah berbuat dengan semaksimal atau seoptimal mungkin, maka jangan peduli kepada orang lain. Yang kita cari bukanlah keridhaan orang, dan yang kita hindari bukanlah kebencian orang. Yang kita cari adalah ridha Allah dan kecintaan-Nya kepada kita. Dan yang kita hindari adalah kebencian dan kemurkaan-Nya kepada kita. Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. [QS. 2:207] Perumpamaan orang-orang yang beramal karena mencari keridaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun teh di daerah puncak yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis pun memadai (lihat QS. 2:265).

2. Jangan peduli terhadap penilaian orang akan kedudukan kita. Kedudukan tinggi itu meliputi: kemulyaan, kecerdasan, kekayaan, kekuasaan, dsb. Kedudukan rendah itu meliputi: kehinaan, kebodohan, kemiskinan, kelemahan, dsb. Jika orang menganggap kita mulya, maka janganlah kita merasa bahwa kemulyaan itu dari diri kita. Sungguh tiada daya dan upaya dari diri kita melainkan dengan Allah. Dan jika orang menganggap kita ini rendah, maka sadarilah bahwa kita memang rendah. Ingatlah, tiada daya dan upaya kecuali dengan (izin, kehendak, dan kasih-sayang) Allah.

3. Diam terhadap komentar. Komentar itu meliputi pujian, cemoohan, kritik, dsb. Jika kita dipuji seseorang, maka diamlah, dan dalam hati ucapkan ALHAMDULILLAH, jangan menyangkal pujian itu dengan menyebutkan kerendahan kita, dan jangan pula mendukung pujian itu dengan menyebutkan ketinggian kita. Sikap yang terbaik dalam hal ini adalah diam. Dan jika kita dicemooh atau direndahkan, maka sadarlah kita bahwa tiada daya upaya kecuali dengan Allah. Jadi jangan menyangkal cemoohan dengan menyebutkan ketinggian kita, dan jangan pula mendukungnya dengan menyebutkan kerendahan kita. Diam adalah lebih baik. Dan renungkanlah mengenai kelemahan diri kita di sisi Allah. Dan berhati-hatilah akan pujian terhadap diri kita yang datang dari dalam diri kita sendiri.

4. Hilangkan rasa dengki. Rasa iri dan dengki dapat menimbulkan persaingan tidak sehat. Kita akan berusaha untuk menyamai seseorang hanya karena mengharapkan pujian dan apa-apa yang didapat orang lain dengan ketinggiannya. Bahkan sifat dengki akan menyebabkan kita merendahkan orang lain untuk menghibur diri kita dan merusak kedudukan seseorang di hadapan orang.

5. Akuilah kebenaran yang datang. Terkadang kebenaran itu datang melalui orang-orang yang kita benci. Tetapi selama itu adalah kebenaran, maka akuilah dan berlapang adalah.

6. Ingatlah bahwa tiada daya dan upaya kecuali dengan Allah. Jadi segala yang ada itu ada dengan Allah, bukan dengan daya upaya kita. Bukan pula dengan kehebatan kita. Bukan pula dengan kecerdasan kita. Ingatlah, Qarun mendapatkan kecelakaan besar disebabkan ia merasa bahwa apa yang ia miliki, berupa harta kekayaan yang melimpah, adalah hasil dari kecerdasan dan usahanya. Disebabkan ia merasa demikian maka Allah menenggelamkan dia di muka bumi. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra katanya: Nabi SAW bersabda, Ketika seorang lelaki sedang berjalan, dia begitu bangga dengan juntaian rambutnya serta kejantanannya, tiba-tiba dia ditenggelamkan oleh bumi, maka dia pun terbenam di dalam bumi sehingga ke Hari Kiamat.

Jika keenam hal ini telah kita latih insya Allah, ketenangan akan mengisi hati kita. Semakin sempurna latihan kita, semakin tenanglah hati ini. Semakin tenang hati ini, maka semakin sehat dia. Jika hati kita sehat maka baiklah segala amal kita. Amin.

Wassalam

“Hamba Allah Yang Lemah, Kecuali Atas Izin Allah”
Karena terpaku pada bentuk,
engkau tak menyadari makna.
Bila kau bijak,
ambillah mutiara dari cangkangnya.
---rumi---

Al-Wahn, Cinta Dunia dan Takut Mati

Rasulullah bersabda, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud No. 3745)

Zaman terus bergulir menghampiri penghabisannya. Hadits-hadits nabi tentang datangnya akhir dari alam semesta semakin terpenuhi. Kita telah melihat bahwa ummat ini semakin mengikuti tingkah laku yahudi dan nashara.

Bukan hanya di mal-mal, bahkan di pasar-pasar tradisional, kita dapat melihat betapa ummat ini telah melangkah meninggalkan millah Islam dan terus saja mengikuti jejak yahudi dan nashara, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga ke lubang biawak pun mereka ikuti.

Ummat telah banyak yang melupakan Allah. Mereka terjebak dalam kenikmatan duniawi yang sementara. Mereka berbuat semaunya seolah surga dan neraka itu tak ada. Telah banyak diantara kita yang meninggalkan shalat fardhu sebagai tanda tak rindunya kita dengan Allah. Kalau pun kita shalat, kita shalat tanpa tahu ilmunya dengan baik dan benar. Kalau pun tahu ilmunya, hati dan fikirannya belum bisa benar dalam mendirikan sholat. Tetapi yang sangat perlu diperhatikan adalah mereka yang telah meninggalkan shalat fardhu. Apakah mereka tidak rindu untuk berjumpa dengan Allah?

Dari meninggalkan shalat itulah, ummat menjadi insan-insan yang mudah terjatuh kepada perbuatan keji dan mungkar. Narkoba dan minuman keras yang dulunya hanya diminum oleh orang-orang kafir, sekarang juga telah diminum oleh muslimin dengan penuh kebanggaan. Pembukaan aurat yang dulunya hanya dilakukan wanita-wanita kafir, kini juga dilakukan oleh muslimah dari yang muda hingga yang tua. Bahkan perzinahan di kalangan remaja pun menjangkiti para remaja muslim. Jika tahun baru dan valentine day tiba, hampir-hampir di muka bumi ini tidak tersisa lagi dari golongan Muhammad Rasulullah, kecuali sebagian kecil remaja yang meramaikan Masjid-Masjid dengan lafazh ‘Ya Allahu ya Allah’ untuk meredam musibah yang mungkin timbul akibat perbuatan sebagian besar ummat manusia yang terlena dalam kenikmatan duniawi di malam-malam tersebut.

Sebagian ummat Islam telah terjangkit dengan penyakit ‘hubbud dunya’, terlalu mencintai kehidupan duniawi. Mereka begitu bernafsu terhadap kehidupan dunia ini sehingga mereka lupa akan kematian, dan mereka tidak mau mengingat kematian, serta sangat takut terhadap mati. Mereka takut mati, selain karena amal mereka, juga lebih-lebih dikarenakan mereka tidak mau meninggalkan dunia yang sangat mereka cintai ini. Mereka mencintai dunia ini hingga malas beramal yang mendekatkan diri mereka kepada Allah. Mereka mencintai dunia ini hingga melupakan Allah, tidak merindukan-Nya, tidak pula mengharapkan pertemuan dengan-Nya. Kasihan, walau mereka sangat mencintai dunia ini, tetapi tetap saja, mereka pasti menemui kematian.

Jika mereka memang rindu untuk berjumpa dengan Allah, tentu mereka beramal shalih dengan penuh keikhlasan dengan mengharapkan keridhoan dari Allah. Tentu mereka berusaha untuk menyenangkan Allah dan melayani-Nya sebagaimana mestinya seorang hamba. Tetapi kebanyakan kita telah menjadi hamba dari nafsu kita sendiri dan terus melayani nafsu sebagai tuannya. Dan nafsunya begitu cinta terhadap kehidupan duniawi.

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al-Kahfi: 110)

Inilah potret generasi kita, dimana ummat semakin terjangkit penyakit Al-Wahn, yaitu cinta dunia dan takut mati.

Kamis, 21 Februari 2008

SELAMAT JALAN BANG SAIDAL


Dia telah kembali menemui Tuhannya
Tugasnya sebagai Khlaifah fil 'ardh
telah ia tunaikan dengan baik
ghirah perjuangannya masih menggema
dalam qalbu dan derap langkah kita

kita tersentak...
namun kita mensti realistis
bahwa milik Allah akan kembali kepada Allah jua

Selamat jalan Bang Saidal..
Komitmen, istiqamah dalam perjuangan
nilai-nilai luhur dan budi pekerti yang abang ajarkan
insya Allah akan kami teruskan

“Jangan engkau sangka orang-orang gugur pada jalan Allah itu mati, mereka itu hidup dan diberi rezeki disisi Tuhan” (QS 3:169).

Jaya selalu HMI
YAKIN USAHA SAMPAI

Wassalam
http://agustianpiliang.blogspot.com/

Rabu, 20 Februari 2008

BERITA DUKA

INNALILLAHI WA INNA ILAHI RAJI'UN.
SESUNGGUHNYA KITA BERASAL DARI ALLAH DAN
KEMBALI KEPADA ALLAH JUA
TELAH KEMBALI KE RAHMAT ALLAH SWT
KAKANDA, ORANG TUA DAN GURU KAMI TERCINTA
Dr. H. SAIDAL BAHAUDDIN, SKM (ALM)
HARI RABU 20 FEBRUARI 2008 JAM 09.15 WIB
DO'A KAMI SEMOGA ILMU YANG BERMANFAAT DARI BELIAU,
PERJUANGAN DAN AMAL IBADAH BELIAU
DI BALAS OLEH ALLAH DENGAN SYURGA FIRDAUS DAN
KE RIDHO AN ALLAH SWT, AMIIN.
SERTA KELUARGA YANG DITINGGALKAN DIBERI KESABARAN
OLEH ALLAH HENDAKNYA
TURUT BERDUKA
AGUSTIAN PILIANG, S.Kom & KELUARGA

Senin, 18 Februari 2008

AKAR-AKAR POHON

Bila tidak bisa menjadi pohon cemara di atas bukit,
jadilah perdu.
Bila tak bisa menjadi perdu, jadilah belukar
Tetapi belukar yang indah di lembah
Bila tak bisa jadi belukar, jadilah rumput
Buatlah jalan-jalan jadi semarak

Bila tak bisa jadi gurame jadilah teri
tetapi teri yang paling cantik ditambak

Tidak semua kita bisa jadi komandan
harus ada yang jadi pasukan
semua ada fungsinya masing-masing
Ada pekerjaan besar dan ada pekerjaan kecil
Semuanya harus dikerjakan
maka kerjakanlah yang terdekat dengan kita

Bila tak bisa jadi bulan jadilah bintang
Bukan besar kecilnya yang menjadi patokan kalah dan menang,
namun jadilah wajar dan matang.


Doughlas Maloch

Rabu, 13 Februari 2008

Hari Valentine, Suatu Konspirasi Zionis

Hari Valentine dan hubungannya dengan persekutuan Yahudi.

Sumatra Barat

Ketua I MUI Sumatra Barat Buya Mas’oed Abidin mengeluh pada tanggal 12 Februari bahwa perayaan Hari Valentine adalah bukti kalau Indonesia semakin lama semakin tunduk akan budaya global asing:

Kegemaran tersebut perlu segera dihentikan, karena hal itu tidak cocok dengan budaya kita.

Dalam laporan asal Republika juga ada singgungan bahwa Hari Valentine, dirayakan oleh kaum muda diseluruh dunia, adalah persekongkolan Yahudi-kapitalis. Walaupun begitu, tidak jelas apakah tanggapan ini merupakan pernyataan redaktur atau pendapat Buya Mas’oed Abidin sendiri.

Buya Mas’oed Abidin kemudian berujar:

Seharusnya ninik mamak, para pendidik, mubalig dan ormas Islam perlu segera menyerukan dan mengimbau generasi muda tidak membudayakan Valentine Day itu.

Usaha untuk mengentikan perayaan Hari Valentine sangatlah penting, karena semua bencana alam yang telah diderita Indonesia baru-baru ini, seperti banjir, tsunami, dan gempa, katanya. Nampaknya ia juga memberi kesan bahwa kenaikan harga bahan makanan pokok juga terkait dengan masalah ini.

Sebagai jawaban, beliau mengusulkan pemerintah negara menjadikan Hari Sumpah Pemuda di tanggal 28 Oktober sebagai hari kasih sayang untuk menggantikan Hari Valentine, karena para tokoh 1928 tersebut memiliki banyak cinta terhadap Indonesia.

Sementara itu di Bukittinggi, Sumatra Barat, Wakil Wali Kota Ismet Azis menyatakan pada tanggal 13 Februari bahwa merayakan Hari Valentine merupakan pelanggaran huku, jika mengusut pada Peraturan Daerah tentang Pemberantasan Maksiat:

Itu bukan budaya kita, dan Valentin Day ini dekat dengan maksiat, maaf saja, di acara ini biasanya ada yang berpelukan, berciuman, itu kan maksiat.

Seratus satuan polisi pamong praja kan berkeliaran di jalanan Bukittingi mencari pasangan yang berjalan bersama. Mereka juga akan merazia hotel-hotel.

Rumah makan dan hotel juga dilarang mengadakan acara-acara yang berhubungan dengan Hari Valentine.

Pemerintah kota telah menghimbau sekolah-sekolah untuk memasukkan pelajarnya ke mesjid di tanggal 14 Februari, dan memberitahu para ustadz agar menyiapkan ceramah khusus untuk para remaja Bukittinggi.

Ismet Azis kemudian menyatakan perayaan Tahun Baru juga akan diberhentikan karena kemapuannya untuk mendorong orang berbuat dosa. Bukittingi dikenal sebagai tujuan wisatawan, namun:

Jadi biarlah Bukittinggi ini sepi tanpa wisatawan dari pada banyak maksiat.

Sumatra Utara

Rekan imbangan Buya Mas’oed Abidin di Sumatra Utara, Abdullah Syah, menyatakan pada tanggal 13 Februari bahwa MUI memutuskan kalau merayakan Hari Valentine adalah haram untuk masyarakat Muslim di propinsi tersebut.

Merayakan hari yang juga disebut sebagai ‘hari kasih sayang’ itu bertentangan dengan ajaran Islam.

Ia juga mengatakan Hari Valentine adalah hasil budaya asing, dan karena itu amat terlarang.

Artikel ini diterjemahkan oleh Hannah Mulders dari versi bahasa Inggris - Jewish Conspiracy.