الهى انت مقصؤ دئ ؤ رضاك مطلؤ ب اعطنى محبتك و معرفتك

Engkaulah Tujuanku, keridhoan Engkau sajalah yang kuharapkan, berikan aku cinta untuk mengenal-MU lebih sempurna


Rabu, 03 Januari 2018

Apa Itu Alam Jabarut? (3-habis)

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Dalam kitab Manhalus Shafi disebutkan langkah-langkah konkret yang dilakukan para salik untuk mencapai tujuan spiritualnya. Kitab ini memperkenalkan apa yang disebut dengan ilmu martabat tujuh atau ilmu tahqiq.

Ketujuh martabat itu ialah Hadratul Qudsi (puncak dari tempat penyucian diri), Unsi (tempat untuk bermesraan dengan Tuhan), Mufatahah (tempat untuk membuka rahasia Ilahi), dan Muwajahah (tempat untuk membuka hijab zulmani lalu menggunakan energi nuraniyah).
Selain itu, Mujalasah (sarana untuk memisahkan dan membersihkan diri dari segala macam kemusyrikan), Muhadasah (tempat untuk menyingkap rahasia melalui Dirinya), Musyahadah (menyaksikan wajah Tuhan melalui seluruh alam ciptaan-Nya), dan Muthala'ah (menghayati keberadaan Tuhan melalui hidayah-Nya).

Bagi para salik yang akan menyingkap hijab dan seterusnya melaju ke alam lebih tinggi, menurut buku ini, sangat dimungkinkan. Jika seseorang mampu melewati maqam-maqam tersebut dengan baik, dipersepsikan manusia bisa mengakses alam manapun yang ia kehendaki.

Tentu saja tidak gampang mengakses maqam demi maqam yang berlapis-lapis itu. Peningkatan dari satu maqam ke maqam berikutnya terkadang ditempuh bertahun-tahun. Namun, tidak perlu berkecil hati karena jika Allah menghendaki, tentu tidak ada rintangan berarti bagi yang bersangkutan.

Memang dalam hadits, tasawuf sering diungkap bahwa ada sekitar 70 ribu hijab yang menghijab manusia sehingga sulit mencapai mukasyafah (penyingkapan). Namun, tidak perlu takut dan berkecil hati, karena 100 ribu hijab pun dapat ditembus jika Allah menghendaki.

Seorang sufi mempunyai keuletan karena mempunyai tujuan bukan untuk menembus hijab itu tersingkap, tetapi bagaimana mendekatkan diri kepada Allah, tanpa target lain. Jika ada kalangan sufi memiliki tujuan membuka hijab atau memperoleh karamah dalam pencahariannya, boleh jadi dua-duanya tidak diperoleh. Tuhannya tidak didapat dan karamahnya pun hilang.

Para sufi dan salik tidak jarang terkecoh karena terdekonsentrasi oleh hal-hal yang tidak substansi. Mereka terkecoh oleh sesuatu yang bersifat sekunder lalu meninggalkan urusan primer. Yang primer itu adalah Tuhan yang sekunder itu adalah kelezatan dalam beribadah, kepemilikan karamah di depan jamaah, dan semacamnya.

Mari kita mencari yang substansi dan yang primer tanpa harus terkecoh dengan yang non-substansi dan yang bersifat sekunder, agar mikraj kita berhasil.

0 komentar: