الهى انت مقصؤ دئ ؤ رضاك مطلؤ ب اعطنى محبتك و معرفتك

Engkaulah Tujuanku, keridhoan Engkau sajalah yang kuharapkan, berikan aku cinta untuk mengenal-MU lebih sempurna


Rabu, 03 Januari 2018

Apa yang Perlu Diperhatikan Sufi Pemula? (1)

Oleh Prof Dr Nasaruddin Umar    
Fenomena kelas menengah kota untuk memahami dan menjalani kehidupan sufistik semakin meningkat. 

Namun, masih perlu dipertanyakan, apakah itu sebagai reaksi terhadap pola hidup yang semakin pragmatis dan materialistis? Mungkinkah itu buah dari kesadaran yang lahir dari semakin luasnya kajian agama melalui berbagai media?

Atau juga mungkin kedua-duanya, yaitu kerinduan terhadap sejuknya pemahaman esoterisme yang dipicu keringnya pemahaman eksoterisme keagamaan yang begitu dominan selama ini? 

Untuk mengantisipasi hal tak sejalan dengan keluhuran ajaran Islam, mereka yang memilih menjalani kehidupan spiritual-sufistik (baca: sufi pemula) perlu mempelajari beberapa hal.

Pertama adalah pengenalan konsep tauhid, yaitu pengesaan Allah SWT. Tidak boleh menyimpang dari penjelasan yang digariskan Alquran dan hadits. Konsep keesaan Allah SWT meliputi keesaan dalam dzat, sifat, dan perbuatan. Sejauh dan setinggi apa pun pencarian seseorang terhadap Tuhan, tak boleh dengan mudah mengklaim dirinya menyatu dengan Tuhan.

Dalam terminologi tasawuf hal itu disebut penyatuan diri manusia dengan Tuhannya (ittihad), Tuhan mengambil tempat di dalam diri manusia (hulul), dan kesatuan Tuhan sebagai Sang Khaliq dengan makhluk-Nya (wahdatul wujud).

Para sufi, terlebih sufi pemula, yang tiba-tiba mengaku sudah sampai di tingkat atau maqam paling tinggi, misalnya fana’, di mana diri sang hamba merasa hancur dan lebur dengan Tuhannya, mengakibatkan ia melewati batas-batas syariat tentang baik dan buruk. Seolah ayat hukum yang tersurat dalam Alquran seakan terhapus dengan kedekatannya dengan Allah.

Mereka juga seolah-olah melewati dunia lahir (syariat) dan sudah masuk ke dalam dunia batin atau hakikat. Ini adalah contoh buruk bagi pengamal tasawuf karena mempertentangkan antara syariat dan hakikat. Mereka menganggap kecintaan terhadap Tuhan telah mencapai puncaknya yang kerap disebut sebagai mahabbah.

Untuk sampai ke puncak dan mempertahankan mahabbah itu, seakan dibutuhkan media seni bunyi-bunyian yang indah dan merdu (sama’). Bahkan, dengan memanfaatkan lagu dan tari. Tingkat ketergantungannya terhadap media musik itu sangat tinggi. Mahabbah boleh-boleh saja, tetapi tidak mesti lebih menonjolkan media ketimbang Tuhannya sendiri.

Dalam menjalani praktik sufi atau masuk ke dalam sebuah tarekat, peran pembimbing (syekh/mursyid) sangat penting. Tanpa pembimbing dikhawatirkan seseorang akan terjebak di dalam praktik sinkretisme atau syirik. Pemujaan berlebihan terhadap syekh atau mursyid bisa juga membawa masalah tersendiri.

Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/tasawuf/12/02/24/lzw0dj-apa-yang-perlu-diperhatikan-sufi-pemula-1

0 komentar: