الهى انت مقصؤ دئ ؤ رضاك مطلؤ ب اعطنى محبتك و معرفتك

Engkaulah Tujuanku, keridhoan Engkau sajalah yang kuharapkan, berikan aku cinta untuk mengenal-MU lebih sempurna


Rabu, 03 Januari 2018

Mengapa Mursyid Diperlukan? (2)

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Kesucian jiwa dan keluhuran pikiran tergambar dari kelembutan dan ketawaduan komunitas tasawuf dan tarekat, apalagi dari para salik kepada mursyid atau syekhnya.

Keadaan ini tergambar dari pernyataan Ali bin Abi Thalib, "Man ‘allamani harfan kuntu lahu ‘abdan. (Barang siapa mengajariku satu huruf, aku rela menjadi budaknya)."

Bahkan dikatakan, mursyid di tengah para muridnya bagaikan Nabi di tengah para sahabatnya. Dan salik yang belum menunaikan hak-hak mursyid, maka belum menunaikan hak-hak Allah. Itulah sebabnya, kitab tipis Al-Ta’lim al-Muta’allim yang mengajarkan etika pembelajaran, masih menjadi pelajaran wajib di pesantren.

Kriteria mursyid

Menjadi mursyid tentu lebih berat ketimbang menjadi salik. Selain sifat-sifat standar sebagai seorang shalihin/shalihat seperti alim, amanah, tawadu, terpercaya, wara', sabar, teladan dalam pengamalan syariat, dan tentunya berakhlak mulia. Posisi dan kedudukan mursyid juga terkadang ditentukan sistem dan organisasi setiap tarekat.

Tarekat yang dikenal secara umum (mu’tabarah) biasanya memberikan kriteria mursyid dengan sangat ketat. Berbeda dengan tarekat yang tidak populer (ghair mu’tabarah) biasanya lebih longgar. Secara khusus, seorang mursyid selalu berusaha membersihkan niat dan meluruskan tujuan hidup salik.

Mursyid juga mengetahui kemampuan salik, mendidik tanpa pamrih, menyesuaikan ucapan dan tindakan, menyayangi orang lemah, menyucikan ucapan, berbicara dengan bijaksana, selalu mengingat dan memuliakan Allah sewaktu berbicara, serta  menjaga rahasia salik.
Selain itu, mursyid pun mempunyai sikap memaafkan kesalahan salik, mengabaikan haknya sendiri, memberikan hak-hak salik, mampu membagi waktu untuk menyendiri atau berkhalwat dan beramal, serta selalu mengerjakan amal sunah dan amal-amal sosial.

Sejatinya, mursyid juga memiliki sifat-sifat lebih khusus seperti merasa fakir setelah kaya, merasa rendah setelah tinggi, merasa sepi setelah populer, memuliakan ilmu pengetahuan dan mengamalkannya, bersih jiwanya, dan lurus jalan pikirannya. Tentu saja, sifat-sifat tersebut sudah menjadi sifat-sifat alamiah para mursyid.

Jika mursyid menyimpang jauh dari kriteria, itu akan menimbulkan dampak luas di dalam masyarakat. Kriteria mursyid seperti di atas sesungguhnya juga dimiliki kalangan ulama, meski tak secara formal mereka menjadi mursyid. Bahkan, mungkin ada di antara mereka lebih layak menjadi atau disebut mursyid.

Para wali misalnya, banyak sekali yang tidak tergabung di dalam tarekat dan karenanya tidak disebut mursyid. Orang bisa disebut mursyid jika mempunyai salik. Seorang yang mumpuni tetapi tidak punya salik, tentu tidak mungkin disebut mursyid.

0 komentar: